Ranjang yang Seluas Sepi


KURINDUKAN Pagiku saat kau mulai membangunkan aku dari pulas tidurku..
membawaku membuka satu per satu seluk beluk nirwana yang mulai menapak jalur kehangatan, membawaku mulai merasakan hangatnya pelukan embun pagi..

Dan kini aku ingin Membayangkanmu, mengekal dalam kebahagiaan, dan membuat jiwaku untuk kembali sepakat berdamai dengan hati..

Tapi, dimanakah kamu sekarang..
Kenapa tak ada suara riuh yang keluar dari bibirmu itu.. aku mulai bertanya pada seluruh dinding rumah ini, menanyakan tentang kamu saat ini..

Tubuh ini masih terbaring dalam guratan hangat ranjang yang seluas sepi ini, memandang tajam langit-langit atap rumah, membayangkan sejuta harapan, Entahlah.. apa yang aku pikirkan saat ini..

Seketika Jari-jari cahaya mulai mengusap kelopak mataku dengan lembut, seperti hendak merayu kelopak mataku untuk membuka diri dan menerima pagi yang datang. Aku melepaskan diri dari selimut yang membungkus separuh tubuhku, kemudian beranjak melerai tirai dan membuka jendela..

kupandangi lagi langit minggu pagi ini, di balik cermin yang sepi.
langit yang menumpahkan sunyi
yang menumbuhkan gerimis dalam diri.. tanpa soerangpun yang bisa menghalangi..

Konon, sepi itu membunuh, menghimpit paru-paru dengan kencang, sampai lupa bagaimana caranya bernafas. dan pada akhirnya membuat dada selalu terasa kian sesaknya, hingga terkadang tak ku sadari, mata ini sudah mulai  berkabut.... Sungguh, sepi tak pernah bisa terasa cepat sederhana, kerap kali membuat semua meradang, dan selalu saja mempecundangiku, dengan cara seperti itu.

Barangkali Kau pernah disini.. 
membentangkan luas diri,.
dengan sejuta senyum yang menjura, membawa harapan gelak tawa, membuyarkan setiap gelap sunyi...

Ketika deru nafas mulai mengembang-kempiskan dada ini, yang senantiasa membuatku tetap hidup. Lalu cumbui dinginnya hujan, yang berlari membasuh wajahku, turun seketika, menyelinap masuk diserap bumi, hingga tanah pun menghembuskan aroma kehidupan, yang sedari dulu ku rindukan
Mungkin samua sudah terjadi ketika setiap ketukan detik yang mulai merangkak pada jam dinding pudar itu meninggalkan satu demi satu cerita, melangkah dengan peluh resah dalam harapan yang tak pasti..

Tapi Jangan lah kau pergi, tetaplah kau bersama ku di ranjang yang seluas sepi...


*Salam Hangat Mentariku*



2 comments:

 

Pengikut