Segenggam Alur yang Berpulang


Sesaat kepergianmu, terlihat guratan lesu diwajahmu, aku tak tahu apa yang engkau pikirkan, wajauhmu pucat seperti ada sesuatu yang kau sembunyikan.. kalau saja kau mau untuk bercerita, nanti akan kusiapkan lembar dadaku untuk mendengarkan ceritamu. namun, kau tetap membisu, berdiam menutup bibirmu bagai mendung yang tak lagi hujan. bahkan kau pergi begitu saja tanpa kau ucap sesekali kata...

Padamu, aku coba membaca, apa yang sebenarnya tersimpan. Apa sebenarnya jauh di dalam sana kamu juga menginginkan lebih dariku. Lebih dari sekedar ungkapan cinta yang selalu terbungkus canda. Menginginkan lebih dari sekedar mengusap canggung kepalaku, atau .. memang hanya seperti itulah yang kamu mau?

Aku terdiam, saat memandang tajam dan memelas perhatian pada tubuhmu yang berjalan lesu. gontai tubuhmu melekuk bisu melewati batas jalan yang hanya diselimuti tamaram lampu yang sudah usang.. aku tak bisa lagi mengikuti alur langkah kakimu sekarang, bahkan untuk membayangkan kesunyian yang hinggap pada pikiranmu....

Selayaknya bintang yang kau tinggalkan, dadakupun sesak tak terbantahkan, aku masih menunggu kata-katamu yang kau simpan,.. tahukan kau bahwa guratan wajahmu melukiskan kesedihan yang mendalam?. inginku mengetahui caramu, inginku mengetahui rasa yang telah kau pikirakan... seandainya tidak, ulurkanlah saja tanganmu. dan genggamlah erat jemariku, hingga kau tak terbebani lagi..

Beberapa hari kemudian, aku mencoba mencari alurmu. kuterangi setiap arah jalan untuk mencari jejak langkamu. tapi, asa tak jua menghampiri, bahkan hanya mimpi yang terus menyelimuti... hari demi haripun tlah kulalui, namun belum juga bayangan tubuhmu kutemui... aku menemui tempat yang sejak dulu selalu kau singgahi,... tapi kau tak ada disana....
aku hampir menyerah dengan rasa yang tak menentu... pikiranku tak terarah membayangkan setiap guratan pasi diwajahmu,, ada rasa yang telah salah denganku terhadapmu,, dan itu semakin menyesakkan dadaku...

Tahukah kau, setiap malam aku s'lalu berdoa, suatu saat bisa mendengar suaramu bahkan melihatmu. ku mendongak ke langit. berharap kau melihat rembulan yang sama seperti yang ku lihat.. kemudian, aku segera menutup mataku takut waktu membuatku terburu melupakanmu raut wajahmu.

Kali ini aku terdiam bersama lebatnya angin hujan.. aku mulai menyematkan rindu ini keluar dari singgasananya, entah untuk yang keberapa kalinya. tapi, sungguh hanya rindu yang sanggup menemaniku, meningkahi jalan-jalan sepi mencari alamatmu. walau hujan kini terus menggerutu, langit yang terus menghitam berpadu dengan kilatan yang tak tentu. namun, ingatanku tetap pada rindu itu, rindu yang akan terus mencari jejak langkah pikiranmu, hingga keyakinanku terus menuju rindu itu untuk berpulang.


4 comments:

 

Pengikut