Aku (Bukan) Payung Teduh

Semalam, kau datang dengan pelan menghampiri tempatku berbaring, aku menyadari telapak kakimu yang berjalan perlahan, seolah berjinjit agar tak ada orang yang melihat kau datang. Lalu bayanganmu seakan semu dan entah menghilang, lalu ku pandang kau sayu, masih terlintas bayanganmu yang menunjukkan jalan kearahku, aku tersenyum dan kau semakin mendekat, aku gugup, hati ini semakin entah berdebar kemana, sampai akhirnya tatapanmu tiba di mataku,..

Aku tak tahu harus mengucap apa, tenggorokanku semakin menjadi jadi hanya untuk bicara pun payah. Dan untungnya kau mengawalinya, namun, kau hanya membisikkan kata yang entah aku maknai sebagai apa,. Dan setelahnya kau pergi begitu saja, walaupun kau sengaja meninggalkan satu kecupan perpisahan, tapi aku masih membayangkan ingatan tentang kata-kata yang kau ucapkan.. iya... aku coba mengingatnya pesan pesan yang telah kau sampaikan, aku merancang sedikit demi sedikit. Hingga aku mengingat seutuhnya. Dalam bangunku, terasa sesak dada..

Ku seringai bayangan matahari ini dengan sayup, mataku entah masih terpejam, gontai tubuhku masih linglung, ingatankupun belum terasa sempurna, sampai akhirnya aku menyadari subuh sudah tak bisa lagi aku lakukan..

Sesekali aku melirik jarum jam dengan bayangan mimpimu yang semakin tiada dan mengambangkan lantunan nyali seadanya meninggalkan jejak langkah yang entah harus aku cari kemana.. setelah itu hati kembali hampa, bahkan lantunan lagu yang seharusnya nyaring dan menenangkan pagi, malah membuatku semakin kosong,. alam pun seolah menuduhku tak punya prinsip hidup, yang selalu karat terhadap waktu dan itu entah sampai kapan...

Memang terlampau banyak alasan untuk kau pergi, yang sebenarnya ingin aku aminkan.. dan kondisi itu teruntuk sangat baik bagimu, karena aku (bukan) payung yang teduh untuk kau singgahi sementara saat hujan datang,. Tapi, aku bersyair dengan membangun sebuah lenteng atap agar kau mau menetap tinggal seutuhnya tanpa mengingat lagi cuaca. Namun, kau hanya berfikir sementara yang membuatku berpanggu menggerutu akan hujan, karena aku tak sekalipun menggenggam payung yang kau inginkan..

Sementara saat hujan aku hanya berfikir akan atap yang teduh yang bisa menyangga kehidupan kita, tanpa tangan kita saling berpegang pada ujung payung. Dan setelahnya kita akan saling berpeluk bersama, mencumbui setiap rintik nyanyian hujan, tanpa harus kau takut akan basahnya sampai ke ubunmu..


0 comments:

Posting Komentar

 

Pengikut