Senyum Pertama, Untuk Terakhirku

Setidaknya Kau pernah menjadi bagian dari sebuah cerita hidup ini, mengawali sebuah kehidupan di alam samesta. setiap malam aku selalu membayangkan dirimu, menengok jauh ke dalam langit yang sudah menghitam dan kuhabiskan waktu demi waktu hanya untuk membaca sebuah pesan singkat yang kau kirimkan, dengan tulisan khas dan senyum kecilmu dan sebuah kecupan manja yang kau buat dalam tulisan itu membuatku tersenyum bahagia membayangkanmu. persaan ini begitu sangat dalam begitu memahami paras wajah cantikmu, namun aku juga ingin memendam perasaan ini.

Jatuh Cinta memang sebuah alur dalam kehidupan, menjalaninya dengan berbagai lika-liku proses yang begitu panjang. memahami seluk beluk cerita yang telah kudapati,..

Satu minggu setelah itu aku duduk di tempat pertama kali kita bertemu, tempat yang seharusnya menjadi sebuah kenangan kita berdua, dengan sebuah bangku dan pohon kecil dibelakangnya, aku masih merasakan begitu sejuknya dedaunan yang telah jatuh ini, seakan kau hadir dengan sebuah bau khas dari surga.
sebelum mengenalmu, tempat ini merupakan favoritku, tempat dimana aku bisa melupakan segala kepenatan hidup itu. setiap aku datang kesini segala kenangan pun hadir dengan cara yang berbeda-beda, namun ada sebuah bagian yang paling penting dari itu ketika aku pertama kali melihat dan merasakan sorot matamu.

Perkenalan kita memang begitu instan, sebuah senyum hangat menyapa diriku, kepolosanmu meyakinkan diriku bahwa kamu adalah wanita yang paling tepat. Aku terlalu penasaran ketika kehadiranmu mulai mengisi kekosangan dalam hatiku, kebahagiaan itu hadir ketika kau mampu membuat aku tersenyum kembali dengan candaan khas dari bibirmu. aku mulai berharap lebih, menggantungkan harapanku bersamamu. inginku berikan semua perhatianku hanya untukmu.

tapi terlalu terburu-buru jika aku mengatakan ini adalah sebuah cinta, mungkinkah kita hanya terjebak dalam ketertarikan sesaat..! aku tak tahu, dan aku juga tak ingin tahu dengan semua fakta-fakta itu.  Tapi jika ini benar-benar ketertarikan sesaat, mengapa begitu sedihnya aku ketika kau mengulurkan tangan terakhirmu mengakhiri segalanya.!

Aku tahu kau begitu menunggu, menunggu setiap ucapan yang ku buat, menandai kebahagian senyum yang seolah mengawali setiap pejalanan hidup. namun aku enggan untuk berkata, lebih baik aku selipkan cerita ini bersama senja. dan suatu saat semoga saja senja itu dapat menghampirimu, dan menitipkan pesan ini kepadamu..

Semoga kau tahu begitu aku berjuang setiap harinya untuk melupakanmu. ku paksa diriku agar tak menoleh pada lentera cerita itu, melupakan segala dilema kekosongan yang belum pernah kau rasakan.
Melanjutkan hidup, tentu saja, karena memang hidup pasti akan berlanjut dengan sendirinya. Hanya saja, hidup ini tak cukup hanya sekedar untuk dilanjutkan, tapi juga patut dirayakan. Dan kepergianmu, membuat segalanya menjadi sulit, dan kerap kali membuatku bertanya, bagaimana caranya merayakan hidup, saat kau berada dititik ini, titik dimana Tuhan telah membuat kita bermandi jarak, berpeluh sepi, dan terus terbenam dalam kekosongan.

Kaulah rindu itu, sesaat dalam pelukan, lalu kini melepas pergi, sementara aku masih ingin sekali menari. Sialnya, hidup harus terus berjalan, bergerak dan terus melaju. Dan kini, akupun terpaksa harus sekarat dihadapan kenyataan.

*Salam hangat Mentariku*


0 comments:

Posting Komentar

 

Pengikut