Ketika Hari Menari

Ketika hari menari, menyerupai sajak penimbang petang. Menyusup dibalik sela-sela dinding pintu rumah, dan mengetuknya perlahan sambil membangunkan arah jarum jam. Terbangun aku. Waktu sudah menunjukan bayangan matahari tepat di ujung tombak, menyisakan bercak kuning memudar mebeningkan suasana tengah hari.

Kopi, hanya ada secangkir kopi pagi ini. Kendatipun aku harus terbangun dengan mata sayup-sayup dan mengumam pelan mengeluhkan dinginnya pagi. Namun hari ini sudah siang. Kemana saja aku memikirkan bahwa ini masih pagi?? Entah,... kenapa sudah ada secangkir kopi pagi ini, padahal di rumah ini tak ada sekalipun orang kecuali aku sendiri., terus siapa pula yang mau berbaik hati mau menyungguhkan secangkir hidangan yang biasanya tak pernah ada..

Sayangnya aku tak mau Tau akan hal itu, masa bodoh saja, mungkin saja, Tuhan berbaik hati dan mengirimkan malaikat berwujud bidadari yang mau merawat dan membangunkanku untuk sekedar menikmati hari.

Selama berminggu-minggu aku hanya menghabiskan sisa hidupku merenungi kehidupanku, tak ada kegiatan ataupun hal yang kulakukan untuk melanjutkan mimpi hidupku, bahkan untuk mengisi kekuatan tubuh ini pun terkadang harus telat didahului waktu. Aku memang selalu menghabiskan hidupku dalam pelukan mimpi dan tak pernah seharipun aku melihat pagi. Entah, apa yang aku rasakan hingga aku enggan untuk sesekali menyapa sejuknya sunset mengguman penuh hangat menyapa embun yang terlanjur sepi..

Mimpi, hmm... rasanya tak ada yang spesial tentang segala rasa mimpi yang kutemui bahkan untuk mengartikannya saja aku enggan,. Aku pikir mimpi-mimpi itu hanya sebuah celoteh kehidupan karena aku terlalu menentang nasihat-nasihat nenek moyang. Memang aku enggan untuk membuka mata saat mentari persis memunculkan sinar pagi yang indah, pada saat itu alangkah baiknya jika aku luangkan waktu sedikit saja betapa Tuhan tak pernah sia-sia menyuguhkan keagungannya. Tapi, apa daya, mata ini penuh dengan naluri bisikan-bisikan yang seolah-olah aku tak ingin lagi mensyukuri keindahan alam...

Baiklah, mungkin sudah cukup aku menyia-nyiakan waktu ini. Aku akan kembali bermesraan denganmu kembali, merajut cita-cita yang entah harus aku mulai lagi dari mana. Namun, dengan keyakinanku aku harap kau tak mencemburuiku kembali...

Dan sekedar basa-basi untuk seseorang yang sudah terlajur pergi, aku berharap kau mau untuk membagi mimpi. Agar ku tau bahwa kehidupanmu jauh lebih indah dari pada apa yang telah aku lalui. Agar aku mengerti arti sebuah kekesalan dalam keberatan rasa yang terlanjur pasi.

Aku ingin mengucapkan terima kasih kepadamu yang telah menancapkan sebuah rasa. Aku mengerti apa yang kau rasakan, aku mengerti apa yang ingin kau katakan. Namun, keputusanmu terlalu benar., dan aku akan menyimpan masa lalu itu, tak jauh-jauh dari kehidupanmu.


0 comments:

Posting Komentar

 

Pengikut